01 Maret 2013

Pentingkah Sekolah?


By Deddy Corbuzier

A+  is Useless

Sekitar empat tahun yang lalu saya mengadakan sebuah seminar di sekolah ternama, dan hasilnya amat sangat mengguncang sekolah tersebut, karena setelah itu banyak guru-guru dan kepala sekolah yang datang kepada saya mengatakan bahwa, yang saya katakan tidak  layak untuk para murid yang datang pada saat itu, karena saya lebih pro ke murid daripada ke sekolah tersebut.

Tapi saya akan mengatakan lagi hal ini kepada Anda supaya Anda dapat mendengarkan apa yang saya sampaikan pada saat itu walaupun dalam waktu yang singkat karena hanya dalam bentuk suara rekaman saya.

Pertama, saya ingin mengatakan dulu bahwa sekolah itu, "PENTING" , Ok?
Jadi, bukan mengatakan bahwa Anda tidak harus sekolah, jangan sampai kesana larinya. Tapi saya ingin mengatakan bahwa, walaupun sekolah itu penting, banyak hal yang salah di dalam sekolah, terutama di Indonesia.

Mengapa?
Begini saja.. Anda pasti tahu bahwa banyak sekali anak - anak yang jelek nilai sekolahnya atau tidak baik di sekolahnya, tapi besarnya bisa sukses. Sedangkan anak - anak yang sukses di sekolah, saya tidak mengatakan bahwa mereka tidak bisa sukses, tapi banyak sekali yang akhirnya kerja, menjadi pegawai biasa.

Kenapa hal itu bisa terjadi? karena masa depan tidak ditentukan oleh sekolah.
Kalau Anda liat bahwa, apa sih yang ingin dibentuk oleh sekolah? menurut saya hanya satu, sekolah ingin membentuk anak - anaknya untuk menjadi guru.
Jadi, guru matematika ingin membuat anak - anaknya menjadi guru matematika. Guru sejarah ingin membuat anak - anaknya yang belajar, menjadi guru sejarah. Begitu juga dengan guru - guru lainnya.

Anehnya, kalau kita ambil seorang guru, ambil saja, guru matematika. Lalu, kita beri test tentang geografi, saya berani yakin bahwa dia tidak menguasai geografi. Atau guru kimia, kita test seni rupa, saya yakin guru kimia tersebut tidak bisa melakukan test seni rupa, atau nilainya jelek.. Atau guru seni rupa, kita test olahraga, pasti dia juga tidak bisa olahraga dengan nilai baik.

Lalu mengapa, kalau guru-guru tersebut tidak bisa melakukan hal lain dengan nilai baik, tapi murid-muridnya dipaksakan untuk mendapatkan semua nilainya baik. Aneh kan ???
Kalau gurunya saja hanya menguasai satu mata pelajaran, mengapa semua murid harus menguasai semua mata pelajaran.

Ya.. mungkin untuk dasar, katanya.
Tapi, toh ternyata ketika sudah dewasa sang guru pun sadar bahwa dia tidak menggunakan atau tidak memerlukan semua ilmu/pelajaran yang diberikan pada saat dia kecil. Iya tidak???
Karena, pada dasarnya tidak ada manusia yang bisa sempurna dalam segala hal, begitu juga murid-murid.
Murid-murid tidak bisa menguasai semua hal secara baik dan banyak sekali pelajaran-pelajaran yang diberikan dan tidak akan digunakan ketika anda dewasa.

Contohnya begini saja, mempelajari peta buta. Saya sampai sekarang tidak tahu kenapa saya harus mempelajari peta buta ketika saya kecil. Saya tidak menjadi ahli geografi, saya juga tidak menjadi tour guide, saya tidak menjadi itu. Lalu buat apa saya dulu mempelajari itu?
Kalau saya ingin menjadi seorang tour guide atau saya ingin menjadi seorang ahli geografi, mungkin saya harus mempelajari hal tersebut.

Atau menghafalkan nama-nama gubernur, menghafalkan nama-nama walikota.. Sedangkan walikota atau gubernur berganti setiap berapa tahun sekali.
Jadi, sangat amat tidak masuk akal, menurut saya. Saya tidak tahu sekarang masih atau tidak harus menghafal nama-nama tersebut. Dulu saat saya masih sekolah, di SMP atau SMA saya lupa, guru  akuntan saya mengatakan pada saya, karena nilai akuntan saya jelek. “Kalau nilai akuntansi kamu jelek Ded, kamu tidak akan bisa menjadi orang sukses.”

Oh ya? Ternyata saya bisa sukses dan saya bisa membayar seorang akuntan untuk bekerja pada saya. Itu adalah fakta.

Sekarang begini sajalah, apa sih yang harus di ubah? sekolahnya? mungkin sistemnya.
Mengapa tidak sejak kecil ketika anak masih dari sekolah SD, kita lihat dulu berapa lama, apa yang dia suka. lalu kita bagi kelasnya. Kalau anak ini suka matematika, berikan pelajaran matematika lebih banyak, kalau anak ini suka sejarah, berikan dia pelajaran sejarah lebih banyak.

Jadi seperti orang kuliah tapi sejak kecil. Jadi sejak kecil anak itu sudah dijuruskan kepada pelajaran yang dia suka, bukan dijejalkan dengan semua pelajaran yang dia suka atau tidak suka, harus bisa dan harus hafal. Ada anak dengan ranking satu yang bisa menghafalkan semuanya, tapi begitu dia menjadi dewasa, pikirannya telah terkotaki, kreativitasnya  telah buntu, otak kanannya tidak akan jalan.
Kenapa?
Karena yang dipakai hanya otak kiri, menghafal, menghafal, menghafal, menghafal, menghafal.
Jadi akhirnya, bukan pintar, bukan cerdik, tapi jago menghafal. Menghafal rumus matematika, menghafal sejarah, menghafal peta buta, dan sebagainya.
Dan biasanya anak - anak tersebut pelajaran olahraganya atau pelajaran seni rupanya jelek karena otak kanannya tidak akan dipakai
Anak saya sekolah di sekolah internasional, dan sejak kecil, sejak SD,  anak saya sudah diarahkan ke pelajaran mana yang dia lebih suka dan kelasnya lebih banyak. Jadi, kelasnya banyak dan anak ini yang datang ke kelas bukan gurunya yang datang ke kelas untuk mengajar anaknya.

Lalu bagaimana merubah itu semua?
Memang susah karena sekolah pasti tidak akan ingin merubah. Butuh tahunan untuk merubah itu.
Saya harap satu saat bias.. Tapi sebelum itu bisa, apabila yang mendengarkan suara saya ini orangtua, dengarkan ini baik-baik. Apabila yang mendengarkan suara saya ini adalah anak - anak, minta orangtua Anda untuk mendengarkan suara saya, sebentar saja.

Kalau seandainya orangtua mendukung apa yang anaknya sukai dalam mata pelajaran, mungkin dia akan menjadi orang yang lebih berhasil nanti kedepannya.

Bagaimana caranya?
Begini, pelajaran matematika merah, pelajaran seni rupa bagus, kenapa yang harus diberi les di rumah pelajaran matematika? Kenapa memanggil guru matematika untuk memberi les tambahan matematika?
Tidak perlu kan? Kenapa tidak di les kan sesuatu yang memang anak itu suka?!

Kalau anak saya pelajaran matematikanya jelek, pelajaran seni rupanya bagus, saya tentu akan me-leskan anak saya seni rupa, supaya bakatnya sudah mulai dikembangkan sejak kecil.

Bukan memaksakan hal yang memang dia tidak suka.

Kalau seni rupanya jelek, sejarahnya bagus, biarkan pelajaran seni rupanya jelek, pelajaran sejarahnya dibantu orangtuanya di rumah untuk lebih dikembangkan. Memang ada pelajaran-pelajaran yang kalau nilai Anda jelek maka Anda tidak lulus ujian atau tidak naik kelas.
Ya, kalau pelajaran-pelajaran seperti itu dibantu supaya dapat nilai secukupnya, cukup untuk lulus & naik kelas tentunya. Tidak perlu sembilan, tidak perlu sepuluh.

INGAT!
Nilai pelajaran Anda tidak menentukan masa depan Anda,
Nilai UAS Anda tidak menentukan masa depan Anda,
Anda ranking satu di sekolah bukan berarti Anda akan berhasil menjadi manusia kelak ketika Anda dewasa,
Sama sekali tidak berhubungan! menurut saya.

Kuncinya adalah orangtua di sini.
Orangtua harus mendukung apa yang anak suka. Kalau ada pelajaran yang jelek, pelajaran yang baik, dukung pelajaran yang baik ..
Jangan memaksakan anaknya dari yang asalnya pelajarannya jelek menjadi bagus, nilainya sembilan atau sepuluh, tidak penting!


Tidak perlu takut untuk mendapatkan nilai jelek!
Tidak perlu takut untuk tidak naik kelas!
Tidak naik kelas bukan berarti masa depan Anda hancur
Ada lho, anak yang sampai bunuh diri karena dia tidak naik kelas, itu yang hancur masa depannya.
Saya, pernah tidak naik kelas. Masalah? Tidak sama sekali.
Orangtua saya marah? Tidak sama sekali pada saat itu.
Kebetulan orangtua saya mungkin berpikiran luar biasa dan moderat, dan tidak semua orangtua bisa seperti itu. 

Tapi itu yang saya harapkan dari para orangtua di Indonesia. Memberikan dukungan pada anak - anaknya, tidak memarahi anak ketika nilai anaknya jelek, tidak menghakimi ketika tidak semua pelajaran nilai sang anak mendapatkan yang terbaik. Kita harus mengerti dan mendukung apa yang anak itu suka.

Ingat sekali lagi bahwa :
Masa depan Anda tidak bergantung pada pintar tidaknya Anda di sekolah
Masa depan Anda tidak tergantung  pada Anda naik kelas atau tidak naik kelas
Masa depan Anda juga tidak tergantung dari nilai rapor Anda
Masa depan Anda sebenarnya tergantung pada kemampuan Anda bersosialisasi
Masa depan Anda tergantung pada cara dan sikap Anda dalam menambah pengetahuan Anda setiap harinya dari mana saja, dari majalah, internet, buku, cerita, pengalaman-pengalaman orang, atau darimana saja yang Anda sukai.

Saya punya teman yang waktu kecilnya nilai pelajarannya jelek karena dia suka main game dan sekarang dia menjadi pemilik toko game terbesar di Indonesia. Kaya raya!

Masa depan Anda tidak tergantung dari nilai sekolah Anda
Masa depan Anda, ada di tangan Anda
Jangan takut untuk mendapatkan merah di sekolah Anda
Kadang-kadang, merah artinya sukses untuk masa depan Anda



Rekaman bisa didengarkan di situs berikut:

Bagi yang mau download bisa klik :

Sumber Tulisan:
Ketikan kang Ahmad Basyir yang sudah diedit dari rekaman Deddy Corbuzier yang berjudul
“Pentingkah Sekolah ??”