16 Oktober 2015

Pelatihan Public Speaking BNPB

Pada 9 Oktober 2015 saya mendapat request untuk mendokumentasikan sesi Pelatihan Public Speaking di Hotel Mason Pine - Padalarang. Bertindak sebagai narasumber adalah Rommy Mochammad Ramdhani, sebelumnya saya banyak mendokumentasikan kegiatan beliau dalam sesi pelatihan grafologi (analisa tulisan tangan). Dalam kesempatan kali ini Rommy menjadi salah satu pengisi dalam acara yang diselenggarakan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
Foto : @keportase / @kangluthfi

Pelatihan kali ini berisi materi berupa teori dan praktek mengenai komunikasi. Hal ini sangatlah penting karena personil BNPB dalam menjalankan tugasnya banyak berkoordinasi dan berkomunikasi dengan berbagai pihak termasuk para pejabat (gubernur, bupati, unsur muspida, dll) termasuk juga awak media.
Sesi prakteknya sangat mendetail bahkan hingga hal-hal yang nampak sepele pun dibahas (cara tersenyum, posisi/bahasa tubuh, cara berjabat tangan, dll). Sepintas terlihat hal-hal sederhana, namun jika tidak tepat dalam pelaksanaannya bisa mempengaruhi hubungan dengan pihak-pihak lain.

Doktor Unair Buktikan ECCT ala Warsito Bunuh Sel Kanker

Kali ini ada update mengenai alat pengobatan temuan DR. Warsito. Saya rasa beritanya sangat layak dishare, karena siapa tahu bisa membantu bagi penderita kanker. By the way, sebelumnya saya pernah menuliskan artikel juga menayangkan video tentang DR. Warsito yang link nya bisa diklik disini.

Ini beritanya :

Doktor Unair Buktikan ECCT ala Warsito Bunuh Sel Kanker

Selasa, 29 September 2015 | 04:54 WIB 
 
TEMPO.CO, Surabaya: Seorang doktor lulusan Universitas Airlangga membuktikan alat terapi kanker Electro Capacitive Cancer Treatment (ECCT) mampu mematikan sel-sel kanker. Selama ini temuan pakar tomografi Warsito P. Taruno itu dianggap tak memiliki landasan ilmiah dalam mengatasi penyakit kanker.

“Kami melakukan penelitian eksperimental laboratorik in vitro menggunakan rancangan acak kelompok. Hasilnya, terdapat peningkatan persentase kematian yang signifikan atas sel-sel yang diberi pajanan alat terapi kanker ECCT,” kata Dr. dr. Sahudi Salim usai menjalani sidang terbuka doktor di Universitas Airlangga Surabaya, Senin, 28 September 2015.
 
Dalam disertasi yang berjudul “Mekanisme Kematian Sel Akibat Pajanan Medan Listrik Energi Lemah dengan Frekuensi Menengah” itu, Sahudi ingin membuktikan efek pajanan medan listrik voltase rendah terhadap tiga macam kultur sel kanker. “Ada sel Hela, sel Kanker Rongga Mulut, dan sel Mesenkim Sumsum Tulang,” kata dia.

Ketiga sel itu dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing 8 replikasi, yaitu kelompok perlakuan yang dipajan dengan ECCT selama 24 jam dan kelompok kontrol. Setelah 24 jam, jumlah sel hidup dan sel mati dihitung dengan menggunakan pewarnaan Tryphan Blue, serta diperiksa ekspresi protein TubulinA, Cyclin B, p53, dan Ki-67.

“Dari hasil penelitian ekspresi protein ini ternyata sel kanker mati secara signifikan, sedangkan non kanker seperti sel-sel kontrol lainnya yang dibutuhkan tubuh, masih hidup,” ujarnya.
 
Sahudi berharap penelitiannya ini kelak mendorong penelitian-penelitian biofisika serupa guna menjawab tantangan pengobatan kanker. Ia mengatakan penelitian biofisika pada ranah keilmuan kedokteran selama ini sangat jarang, apalagi sampai tataran disertasi.
 
“Saya harap ini mendorong dokter-dokter lain untuk meneliti dari aspek biofisika. Sebab untuk menghadapi kanker, kita ini ibarat pendekar, harus dengan berbagai macam jurus,” kata dia.

Namun sayangnya, lanjut Sahudi, ketika alat terapi ECCT ditemukan, ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi dengan menyatakannya tidak ilmiah. “Yang dianggap masuk akal hanya tiga metode, yang ternyata juga masih memiliki kelemahan.”

Tiga metode tersebut ialah radioterapi, pembedahan, dan kemoterapi. Padahal, ketiga metode itu tergolong mahal. “Untuk pembedahan hanya efektif untuk penderita kanker pada stadium 1 dan 2. Kemoterapi mahal, sekali masuk Rp 40 juta. Begitu juga dengan radioterapi, satu serial minimal merogoh Rp 15 juta. Alat ECCT ini salah satu senjata yang murah, tapi kok dihalang-halangi.”
 
Sumber : http://tekno.tempo.co/read/news/2015/09/29/061704689/doktor-unair-buktikan-ecct-ala-warsito-bunuh-sel-kanker 

Nah semoga saja semakin banyak penelitian mengenai alat ini termasuk melibatkan pihak medis / para dokter. Solusi bisa dicari melalui kolaborasi orang-orang yang mempunyai kesamaan visi.

05 Oktober 2015

[Rencana] Penerus Alm. D7000

Kamera boleh hilang, namun hobi dokumentasi harus terus jalan.
Saya berencana segera mendapatkan pengganti sang Nikon D7000.
Setelah browsing & riset, sepertinya saya mulai menentukan pilihan kepada nikon D3300.
Memang sepertinya turun kelas dari kategori sebelumnya kamera semi pro ke entry level.

Kenapa saya memilih kamera Nikon D3300 ini sebagai penggantinya :
- Keluaran terbaru / teknologi update
- Prosesor Expeed 4, sama persis dengan yang ada pada D4s
- Tanpa low pass filter, foto lebih tajam
- Bisa koneksi wireless, walaupun ada tambahan alat
- Video Full HD - 60 FPS
- Lensa kit jenis baru VR2
- ISO 12.800

Walaupun tombol nya tidak sebanyak D7000 tapi saya rasa secara fungsi dan hasil review beberapa web fotografi, gambar yang dihasilkan sangatlah baik. Dari body kamera sebelumnya saya mendapat pemahaman bahwa :
- Kamera yang ada saat ini sudah bisa menghasilkan gambar yang baik, yang tidak kalah penting adalah man behind the camera
- Untuk memaksimalkan kamera sebaiknya fokus ke lensa, karena body sudah sangat baik.
- Saya tidak terlalu perlu banyak fitur.. menurut hasil meditasi, semedi dan muhasabah :)) , kebutuhan dan style fotografi saya saat ini sebagian besar sudah bisa dipenuhi oleh kamera entry level

Okey, marilah kita lakukan survei lapangan. Semoga saja benar-benar cocok dan segera terkumpul budget nya :D
Salam Djepret

04 Oktober 2015

In Memoriam : My Nikon D7000

30 September 2015, hari terakhir bersama sang kamera kesayangan..
Setelah menemani kegiatan dokumentasi sekitar setahun setengah, akhirnya kamera kesayangan harus berpisah karena digondol maling.
Walaupun belum lama-lama amat bersama, tapi banyak kenangan & pengalaman yang saya dapatkan bersama kamera ini.
Kamera ini saya beli di Mangga Dua Mall, niat banget ya untuk beli kamera aja sampe bela-belain ke Jakarta :D
Walaupun kamera nya udah almarhum, tapi samasekali saya rasa puas banget karena semasa hidupnya sang kamera udah selesai menjalankan tugasnya dengan sangat baik.. Malah banyak banget fotonya yang belum dipublikasikan, mungkin nanti hasil jepretean / video nya bakal saya share juga.

Tujuannnya waktu itu :
- Mumpung lagi magang di stasiun TV, kayaknya asik kalau punya kamera sendiri untuk praktek
- Bantuin calon istri kerjain skripsinya, biar dokumentasi penelitiannya bagus
- Dokumentasikan kegiatan LSBD Hikmatul Iman Indonesia, karena menurut saya banyak banget kegiatannya yang positif namun dokumentasi sama publikasinya masih minims banged
- Mengembangkan hobby lebih serius, siapa tau bisa menghasilkan juga. Setelah sebelumnya puas bermain-main dengan kamera pocket, HP dan setahun bersama DSLR Pinjaman teman (lumayan juga ada request fotoin nikahan teman & saudara walaupun belom punya kamera sendiri)

Overall saya puas banget dengan kamera ini.. Perangkat yang kemarin saya punya :
- Nikon D7000 + lens kit nikon 18-105 VR
- Nikon lens fix 50mm f 1.8
- Flash YN-460 II

Pelajaran yang didapat dari hilang nya kamera saya adalah, prioritaskan juga pengamanan kamera walaupun dirumah sendiri dan sekalipun situasi terlihat aman. Kesalahan saya sewaktu kamera hilang adalah pintu kamar yang tidak dikunci sehingga sang maling leluasa mengambilnya. Kemalingan bisa terjadi karena adanya niat & kesempatan.. Waspadalah! (kata bang napi)

OK, its time to move on..
Rencana berikutnya adalah posting-posting foto yang belum dipublish dan segera dapatkan penggantinya..
Salam jepret